Kamis, 26 Januari 2012

Fenomena Suara Terbanyak dalam Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota Tahun 2009[1]

Drs.H.M. Mufti Syarfie, MM[2]

Pendahuluan

Pasca reformasi terjadi perubahan yang begitu cepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan tersebut sangat dirasakan terutama dalam tatanan kehidupan politik ( demokrasi ). Sebagai contoh, pemilu pada masa orde baru atau sebelum reformasi diselenggarakan oleh pemerintah, sekarang telah mengalami perubahan dengan diselenggarakannya oleh suatu lembaga yang disebut Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) sebagaimana diamanatkan di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 pasal 22 E ayat (5) ( amandemen ketiga ) yang berbunyi ” Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri “.

Pemilu 2004 yang lalu merupakan tonggak awal bagi sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia, yang telah mampu melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 3 (tiga) kali dalam waktu yang sangat berdekatan yaitu pemilu legislatif, pilpres putaran I dan Putaran II. Keberhasilan tersebut telah membuahkan berbagai penghargaan bagi Komisi Pemilihan Umum, sebagai penyelenggara Pemilihan Umum baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Namun demikian, perkembangan yang begitu pesat di bidang politik tidak diikuti oleh perkembangan di bidang lain, seperti di bidang hukum, ekonomi, sosial dan budaya, dan sebagainya. Akibatnya terjadi ketimpangan yang dapat menghambat berkembangnya dinamika demokrasi di Indonesia. Harapan kita tentunya adalah perkembangan di bidang politik ini dapat diikuti oleh perkembangan di bidang lain.

Jika kita menilik ke belakang, ketentuan mengenai penyelenggara pemilihan umum hanya merupakan bagian atau bab dari paket undang-undang politik, hanya terdapat dalam satu (1) bab dari UU Nomor 12 Tahun 2003, UU Nomor 23 tahun 2003, dan UU Nomor 32 tahun 2004. Inilah yang menjadi dasar hukum KPU/D dalam menyelenggarakan pemilihan umum 2004 dan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pada tanggal 19 April 2007 telah disahkan dan diundangkan UU Nomor 22 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang termuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59. Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 pasal 1 ayat (5) yang dimaksud dengan “ Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat”. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, maka kedudukan KPU sebagai penyelenggara Pemilu semakin kuat dengan beban tugas yang semakin berat.

Legalitas Pemilu 2009

Pemilihan Umum merupakan sebuah wadah penyaluran aspirasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mediasi partai politik maupun perseorangan. Pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat merupakan bukti bahwa rakyat memegang kedaulatan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil) memberikan dampak positif dalam penguatan demokrasi baik di tingkat lokal maupun nasional. Dengan adanya pemilu dapat melatih masyarakat dalam hal pembelajaran dan pendewasaan dalam berdemokrasi yang sekaligus merupakan pembelajaran di bidang politik. Masyarakat diberikan hak suara untuk memilih calon maupun partai politik yang mereka nilai akan mampu memperjuangkan aspirasinya apabila nantinya terpilih dalam pemilu. Pemilih dituntut cerdas untuk bisa memilih dan menilai dengan baik dan cermat siapa wakil rakyat yang pantas dan bisa memperjuangkan aspirasinya. Hal ini dapat diartikan bahwa pemilih haruslah mempunyai pengetahuan yang baik mengenai hak dan kewajibannya dalam pemilu sehingga tumbuh suatu kesadaran yang tinggi akan pentingnya keikutsertaan dalam pemilu. Meningkatnya kesadaran dan keikutsertaan publik serta pengetahuan yang baik dalam pemilu akan dapat mewujudkan suatu pemilihan umum yang berkualitas.

Pemilihan umum merupakan agenda nasional yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu. KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum berpedoman pada UU Pemilu dan Peraturan KPU. Untuk penyelengaraan pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota dalam Pemilu 2009, KPU bekerja mengacu pada ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Peraturan KPU.

Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota terdiri atas 10 tahapan sebagaimana ketentuan pasal 4 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008 yaitu :

1. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih

2. Pendaftaran peserta pemilu.

3. Penetapan peserta pemilu.

4. Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan.

5. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota.

6. Masa kampanye.

7. Masa Tenang.

8. Pemungutan dan penghitungan suara

9. Penetapan hasil pemilu.

10. Pengucapan sumpah/ janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota.

Lima tahapan dalam pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota telah selesai dilaksanakan sampai dengan penetapan Daftar Calon Tetap ( DCT ) anggota DPR dan DPRD dan saat ini tahapan pemilihan umum telah memasuki tahapan masa kampanye.

Kampanye Pemilu

Kampanye merupakan salah satu tahapan Pemilu yang dilakukan oleh partai politik peserta Pemilihan Umum sebagaimana ketentuan pasal 4 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008. Kegiatan kampanye dilakukan oleh partai politik dalam rangka memperoleh dukungan sebesar-besarnya dalam pemilu dengan cara meyakikankan para pemilih agar memilih partai dan calon tertentu yang dilakukan oleh tim kampanye partai politik dengan menawarkan visi, misi dan program partai politik. Mengacu pada pasal 77 UU Nomor 10 Tahun 2008, kampanye pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye, diikuti oleh peserta kampanye serta harus didukung oleh petugas kampanye.

Kegiatan kampanye merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dilakukan oleh partai politik yang dilaksanakan dengan prinsip bertanggungjawab. Pelaksanaan kampanye oleh partai politik dilakukan sejak 3 ( tiga ) hari setelah partai politik ditetapkan sebagai peserta Pemilu oleh KPU sampai dengan dimulainya masa tenang. Partai politik dapat melaksanakan kegiatan kampanye jika telah mendaftarkan pelaksana/ nama-nama tim kampanye kepada KPU sesuai tingkatannya dengan tembusan kepada panitia pengawas pemilu. Petugas kampanye inilah yang bertugas untuk memfasilitasi pelaksanaan kampanye baik mempersiapkan pelaksanaan kampanye maupun penyampaian usul jadwal kampanye ke KPU sesuai tingkatannya dan melakukan koordinasi dengan Polri sesuai tingkatannya untuk izin kampanye. Mengenai waktu, tanggal, tempat pelaksanaan kampanye pemilu anggota DPRD Provinsi ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi setelah berkoordinasi dengan peserta Pemilu.

Dalam rangka persiapan perumusan jadwal kampanye, pada tanggal 10 Oktober 2008 KPU Sumbar mengadakan rapat dengan KPU Kab/ Kota dengan agenda acara sinkronisasi jadwal kampanye. Pertemuan dimaksudkan untuk mensinkronkan jadwal kampanye yang dibuat oleh KPU Sumbar dengan jadwa kampanye yang dibuat oleh KPU Kab/ Kota se Sumbar. Dengan demikian benturan jadwal kampanye akan dapat dihindari. Selain itu juga dibahas tempat-tempat lokasi kampanye yang dapat digunkan oleh partai politik melaksanakan kegitan kampanye dalam bentuk rapat umum.

Mengenai metode kampanye dalam Pemilihan Umum tahun 2009 diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 dan pasal 12 Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2008, yaitu[3] :

1. Pertemuan terbatas;

2. Pertemuan tatap muka;

3. Media massa cetak dan media massa elektronik;

4. Penyebaran bahan kampanye kepada umum;

5. Pemasangan alat peraga di tempat umum;

6. Rapat umum; dan

7. Kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan.

Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara

Pengaturan mengenai pemungutan suara dan penghitungan suara ditetapkan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Sampai saat ini (16 November 2008) Peraturan mengenai pemungutan suara dan penghitungan suara tersebut belum dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun sebagai gambaran sudah ada draft peraturan mengenai pemungutan dan penghitungan suara pemilu 2009.

Pemungutan suara Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD dilaksanakan secara serentak. Hari dan tanggal pelaksanaan pemungutan suara ditetapkan dengan keputusan KPU ( Peraturan Nomor 20 tahun 2008) yaitu pada tanggal 9 April 2009. Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oleh KPPS dan disaksikan oleh saksi peserta pemilu.

Pemilih dalam Pemilu adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 ( tujuh belas ) tahun atau sudah/ pernah kawin mempunyai hak untuk memilih. Adapun syarat pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS sesuai ketentuan pasal 149 UU Nomor 10 Tahun 2008 adalah :

a. Pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap pada TPS

b. Pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan.

Hal inilah yang harus dipahami publik bahwa untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu pastikan dulu apakah telah terdaftar sebagai pemilih pada DPT, bagi yang belum terdaftar sebagai pemilih agar secara aktif melaporkannya kepada petugas yang telah ditunjuk. Pemilihan umum di suatu negara dapat dikatakan sukses apabila tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut serta memberikan hak pilihnya dalam pemilu dari waktu ke waktu semakin meningkat. Ada banyak pihak yang mempuyai andil dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih dalam pemilihan umum, salah satunya adalah partai politik. Partai politik dapat ikut serta meningkatkan partisipasi masyarakat dengan menghimbau dan mengingatkan konstituennya, apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Partisipasi masyarakat dalam pemilu akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan yang dimilikinya mengenai pemilu. Dengan demikian, secara berangsur-angsur kualitas pemilu dapat ditingkatkan dengan peran serta secara aktif oleh masyarakat. Satu suara sangat menentukan arah perjalanan bangsa ini.

Satu hal yang berbeda dalam pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 2009 dari Pemilu sebelumnya ( Pemilu 2004 ) adalah sistem dalam pemberian suara. Dalam Pemilu 2004, pemberian suara memakai sistem coblos sedangkan pada pemilu 2009 hanya memberikan tanda satu kali pada surat suara ( contreng ). Pemberian tanda satu kali ini dimaksudkan sebagaimana ketentuan pasal 153 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008 dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan suara dan efisien dalam penyelenggaraan Pemilu.

Penghitungan suara di TPS dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir, dimulai pada pukul 12.00 Wib waktu setempat sampai dengan selesai. Dalam penghitungan suara , surat suara dinyatakan sah apabila ditanda tangani oleh Ketua KPPS[4].

Pemberian tanda satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota di atas gambar partai politik.

Hal teknis yang berbeda pada UU nomor 22 tahun 2007 dalam penghitungan suara adalah PPS tidak lagi melakukan rekapitulasi penghitungan suara, dan hanya bertugas mengumumkan hasil penghitungan suara KPPS dan meneruskan pengiriman kotak suara dalam keadaan terkunci ke PPK di hari yang sama ketika menerima dari KPPS ( Pasal 47 huruf ( k), (l), (m) ).

Rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota dilakukan secara bertahap dimulai dari rekapitulasi di tingkat PPK, KPU Kab/ Kota, KPU Provinsi untuk DPRD Provinsi dan terakhir rekapitulasi penghitungan perolehan suara secara nasional oleh KPU untuk anggota DPR. Rekapitulasi hasil penghitungan suara baik di PPK, KPU Kab/ Kota, KPU Provinsi, dan KPU harus dihadiri oleh badan/ panitia pengawas sesuai tingkatannya, saksi masing-masing partai politik, Pemantau, dan warga masyarakat.

Mengacu pada ketentuan pasal 197 UU Nomor 10 Tahun 2008, untuk menjadi saksi peserta pemilu dalam rekapitulasi penghitungan suara anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/ Kota di PPK, KPU Kab/ Kota, KPU Provinsi dan KPU harus menyerahkan mandat tertulis peserta pemilu.

Lebih rinci mengenai rekapitulasi penghitungan suara di PPK, Kab/ Kota, Provinsi dan penghitungan suara secara nasional dapat dilihat dalam pasal 182- pasal pasal 197 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Bagaimana Suara Terbanyak?

Dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 terdapat beberapa perubahan pokok tentang penyelenggaraan pemilu yang telah diatur sebelumnya dalam UU Nomor 12 Tahun 2003, khususnya yang berkaitan dengan penguatan persyaratan peserta pemilu, kriteria penyusunan daerah pemilihan, sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka terbatas, dan penetapan calon terpilih serta penyelesaian sengketa pemilu. Keluarnya UU Nomor 10 Tahun 2008 dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum dari waktu ke waktu agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif dan mepunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

Berbagai pendapat dan masukan bermunculan mewarnai proses penetapan undang-undang pemilu yang baru. Tentunya keragaman pendapat tersebut tak lepas dari pengalaman pemilu sebelumnya termasuk Pemilu 2004. Sebetulnya dalam perjalanan proses pembahasan undang-undang ini, sudah diwarnai dengan fenomena suara terbanyak dalam penetapan calon terpilih, namun undang-undang hanya mampu mengakomodir sebagian keinginan tersebut yaitu dengan memberikan ruang lebih besar kepada calon yang mampu mendapatkan sekurangnya 30% suara dari BPP di setiap daerah pemilihannya untuk terpilih.

Namun demikian, fenomena suara terbanyak sepertinya tak terelakkan, terutama bagi elit yang mengakui memiliki kekuatan di akar rumput. Tekanan internal parpol di tingkat bawah semakin kuat untuk menerapkan suara terbanyak ini. Bisa jadi fenomena ini bagian penentangan terhadap dominasi elit politik parpol dalam mementukan arah organisasi politik. Bagi penyelenggara pemilu (KPU-pen), fenomena ini tidak boleh mempengaruhi proses pengambilan keputusan apalagi dalam penetapan calon terpilih nantinya. Acuannya sudah jelas, yaitu Undan-undang No. 10 tahun 2008 dan Peraturan KPU, kendatipun petinggi parpol memiliki celah dan cara yang bisa disiasati untuk menerapkan fenomena suara terbanyak tanpa margin ini.

Undang-undang Pemilu 2009, telah mengakomodir keinginan sebagian besar masyarakat dan caleg sendiri, walaupun tidak sepenuhnya terbuka, dengan cara membatasi margin ambang batas (parliamentary treshold), sebanyak 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional bagi calon anggota DPR-RI. Dengan demikian KPU dalam penentuan parpol yang layak masuk parlemen dengan merekapitulasi peraihan suara nasional dan menetapkan perolehan suara parpol masing-masing. Jelasnya, paling tidak ada dua rangkaian penetapan hasil pemilu (DPR dstnya), menjelang penetapan perolehan kursi, yaitu penentuan hasil pemilu dan penetapan perolehan suara (psl 199 dan 120). Hasil pemilu anggota legelatif terdiri dari perolehan suara caleg ybs dan perolehan suara parpol yang mengusungnya[5]. Penetapan perolehan suara itu, paling lambat 30 hari setelah pemberian suara secara nasional atau tanggal 9 Mei di KPU, 15 hari di KPU Provinsi serta 12 hari di KPU Kabupaten/Kota[6].

Bagi parpol yang tidak mendapatkan minimal 2,5% suara dari total msuara sah secara nasional, tidak diikut sertakan dalam perebutan kursi di DPR. Dengahn demikian jumlah bilang pembagi pemilih (BPP) untuk perebutan kursi DPR dihitung dari peraihan suara paprol yang masuk ambang batas, dibagi dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Kursi yang belum terbagi, diserahkan kepada peraih suara 50% dari BPP DPR. Jika masih sissa kursi, maka langkah berikutnya, ditentukan dulu BPP baru, setelah mengumpulkan sisa suara peraihan parpol di provinsi dan kemudian dibagi dengan jumlah sisa kursi. Andai masih ada kursi tersisa pembagian tahap ketiga di atas, maka kursi terebut dibagi satu demi satu kepada parpol berdasrkan isas suara terbanyak[7].

Hal ini tak berlaku bagi penentuan peraihan kursi di provinsi dan kabupaten dan kota. BPP ditentukan, murni dari suara sah dibagi jumlah kursi di setiap daerah pemilihan. Dan tak rumit, bila ditemukan sisa kursi yang belum terbagi sesuai BPP yang ditetapkan KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota. Sisa kursi terebut hanya diberikan satu persatu kepada parpol yang memiliki sisa suara terbanyak, sampai habis.

Penetapan calon pemilih ditentukan sebagai berikut;

1. Tentukan dulu apakah parpol yang bersangkutan mendapat kursi atau tidak sesuai dengan perolehan suara keseluruhan

2. Buat daftar urut calon yang mendapatkan suara lebih 30% dari BPP;

3. Jika jumlah calon peraihan 30% atau lebih, lebih banyak dibanding jumlah kursi yang diperoleh parpol, maka kursi diberikan berdasarkan nomor urut kecil di antara calon peraih >30%.

4. Bila terdapat dua calon atau lebih yang memilih periahan >30% yang sama, maka kursi diberikan berdasarkan nomor urut kecil di antara peraih suara 30%, kecuali bagi peraih suara 100% dari BPP

5. Bila jumlah peraih >30% suara BPP lebih kecil dibanding jumlah kursi yang diperoleh parpol, maka sisanya diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut

6. Bila tidak ada calon yang menembus angka 30%, maka alokasi kursi ditentukan berdasarkan nomor urut.

Demikianlah sekilas uraian mengenai Pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Tentunya masih banyak hal-hal yang baru di dalam UU 10 Tahun 2008 yang tidak sempat kami uraikan satu per satu pada kesempatan ini. Untuk itu, kami mengajak kita semua mempelajarinya sehingga mempunyai pemahaman dan penafsiran yang sama.

Sumber dan Bahan Bacaan:

* Undang Undang Dasar 1945

* Undang Undang No. 22 Tahun 2007

* Undang Undang No 10 Tahun 2008



[1] Disampaikan dalam pertemuan dengan Calon Anggota DPRD Sumatera Barat dan Kab/Kota, Minggu 16 November 2008 di Padang

[2] Kordiv. Teknis KPU Sumatera Barat

[3] Secara lebih terinci mengenai kampanye dapat dilihat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 tahun 2008

[4] Pasal 176 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2009:

[5] Dihitung hanya satu suara, apa itu suara parpol atau suara untuk caleg, karena suara sah hanya dengan memberikan satu kali tanda (v = centang) (Peraturan KPU)

[6] Pasal 201 Undang-undang No. 10 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2009

[7] KPU akan membuat dan menetapkan daftar urutan parpol yang memiliki sisa suara terbanyak.

Tidak ada komentar: