Kamis, 26 Januari 2012

Penguatan Parpol Melalui Perubahan Undang Undang Untuk Membangun Kesiapan Baru Menghadapi Pemilu 2014[1]

Drs. M. Mufti Syarfie, MM[2]

Pendahuluan

Latar belakangan perubahaan undang undang No 2 tahun 2008 dimaksudkan untuk penguatan kelembagaan parpol, sejalan dengan samakin menguatnya upaya konsolodisasi demokrasi di tanah air. Perubahan tsb diarahkan pada pengembangan demokratisasi internal parpol, pengembangan budaya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan keuangan parpol. Upaya ini diharapkan mampu memberikan ruang kepada masyarakat untuk memahami mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan parpol nantinya, sekaligus mendorong peningkatan partisipasi politik masyarakat dalam menentukan pilihan pilihan politik mereka.

Perubahan Undang undang ini memberikan keyakinan bahwa partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia, perlu terus ditata dan disempurnakan, untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis, guna mendukung sistem presidensial yang efektif.

Di antara upaya memperkuat sistem presidensial yang disasar Undang undang ini adalah, pertama melalui pengkondisian terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.

Penyempurnaan partai politik, menurut undang-undang ini, diarahkan pada dua hal utama, pertama membentuk sikap dan prilaku parpol yang terpola (sistemik), yang pada gilirannya menumbuhkan budaya politik yang berbasis pada prinsip prinsip dasar berdemokrasi. Aplikasinya, bisa dilihat dari sikap dan prilaku parpol yang dituntut menerapkan sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai, serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan yang memadai. Kedua, memaksimalkan fungsi parpol, baik terhadap negara maupun terhadap rakyat melalui pendidikan politik, yang pada gilirannya menghasilkan kader calon pemimpin yang berkemampuan di bidang politik.[3]

Adapun hal pokok yang disempurnakan dalam Undang Undang ini adalah, persyaratan pembentukan partai politik, perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan partai dan kemandirian parpol[4].

Undang undang No. 2 tahun 2008 ternyata belum optimal untuk mengimbangi dinamika dan perkembangan masyarakat. Masyarakat menuntut peran parpol dalam kehidupan bernegara lebih maksimal, sehingga ekses politik bisa ditekan. Hal ini terlihat dari serangkaian masalah internal parpol yang kemudian berbuah kisruh, seperti porses rekrutmen politik yang nyaris selalu menimbulkan ruang perdebatan, baik internal maupun eksternal parpol itu sendiri. Akibatnya partisipasi politik masyarakat tidak terbangun sebagaimana mestinya. Ini artinya sama dengan memudarkan konsep kedaulatan berada di tangan rakyat.

Persyaratan Pembentukan Partai

Ada dua perubahan menonjol. Pertama perubahan nomenklatur di sejumlah pasal seperti perubahan istilah departemen menjadi kementerian, (pasal 1, 3 (1), 4,(1), 23 (2), 45 dan pasal 47. Kedua perubahan subtantif, antara lain penguatan sistem dan kelembagaan partai politik melalui peningkatan bobot persyaratan pembentukan parpol. Jumlah minimal pendiri memang dikurangi dari semula 50 orang menjadi 30 orang, namun sebaran kepengurusan secara nasional menjadi 100 % (seluruh provinsi), kepengurusan provinsi 755 kabupaten/kota dan kepengurusan kabupaten 50% kecamatan[5]. Dibanding sebelumnya yang hanya mengharuskan kepengurusan nasional 60% provinsi, kepengurusan provinsi 50% kabupaten/kota dan kepengurusan kabupaten/kota 25% kecamatan.

Fenomena yang muncul dalam perubahan persyaratan pendaftaran paprol – ke Kementerian Kumham – berawal dari pembentukan kepengurusan tingkat provinsi, paling tidak kepengurusan sudah mencakup 33 provinsi di Indonesia. Partai politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga Negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah[6]. Pasal ini dipertegas dengan penambahan dua ayat (1a-1b), tentang jumlah anggota pendiri yang mendaftarkan untuk mendapatkan badan hukum.

Bagi parpol peserta pemilu 2009 lalu, juga harus melakukan perubahan Anggaran Dasar dan kemudian menyampaikannya ke Kementerian Hukum dan HAM, menyusul munculnya perubahan unsur Anggaran Dasar yang termuat dalam undang-undang perubahan. Sebelumnya unsur Anggaran Dasar tersebut, tidak mencantumkan mekanisme rekrutmen keanggotaan partai politik dan jabatan politik – calon kepala daerah dan wakil kepala daerah- sistem kaderisasi secara tegas, mekanisme pemberhentian anggota dalam AD/ART dan mekanisme penyelesaian perselisihan internal parpol. Kini semuanya itu mesti diatur secara tegas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Masalah krusial internal partai politik antara lain tata cara seleksi kader untuk pengisian daftar calon legislatif dan jabatan politik, yang sering menimbulkan persoalan, akibat dikelola dengan mekanisme yang tidak terbuka. Begitu juga penyelesaian perselisihan internal parpol, walaupun sebelumnya diatur juga dalam AD dan ART, namun sangat terbuka ruang sampai ke pengadilan negeri, tentu setelah musyawarah dan mufakat gagal.

Bentuk bentuk potensi perselisihan partai politik dijelaskan dalam undang undang undang sebagai berikut; persoalan kepengurusan, pelanggaran hak anggota, pemberhentian tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan wewenang, pertanggungjawaban keuangan dan keberatan terhadap keputusan partai[7].

Penyelesaian perselisihan internal diatur dalam AD/ART, harus diselesaikan secara internal melalui Mahkamah Partai, yang susunannya terlebih dahulu disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM. Keputusan Mahkamah Parpol dinyatakan final dan mengikat, hanya dalam hal perselisihan kepengurusan. Artinya, perselisihan tak urung terselesaikan, maka terbuka ruang ke pengadilan negeri sebagaimana diatur Pasal 33. Ini pun harus rampung dalam tempo 60 hari setelah pengajuan ke PN, bahkan bisa sampai ke Mahkamah Agung dan sudah harus selesai dalam jangka 30 hari, sejak memori kasasi terdaftar[8].

Fenomena Keuangan Parpol

Ada fenomena baru yang mesti dicermati pengurus partai politik dalam hal pengelolaan sumber dana keuangan. Terutaman pengunaan bantuan keuangan dari APBN dan APBD sesuai jenjang kepengurusan, ditekankan berbasis kenerja dengan kegiatan yang lebih terarah. Dana yang diterima oleh parpol dari pemerintah itu, diarahkan untuk pembiayaan pendidikan politik, baik untuk anggota maupun masyarakat. Kegiatan pendidikan politik berupa pendalaman tentang empat pilar berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI), pemahaman tentang hak dan kewajiban WNI dalam membangun etika dan budaya politik dan terakhir untuk pembiayaan pengkaderan anggota parpol yang bersangkutan.

Konsekuensi penerimaan anggaran dari APBN atau APBD, partai politik diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala setahun sekali dan diaudit paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir[9]. Dan jika tidak mampu membuat dan menyampaikan laporan tersebut, pemerintah bisa saja menghentikan batuan tersebut.

Selain penerimaan keuangan dari negara, parpol juga diperkenankan menerima sumbangan perseorangan dari bukan anggotanya, sebesar Rp 1 milyar dalam setahun dan Rp 7,5 milyar/pertahun dari perusahaan/badan usaha dan tetap tidak diperkenankan menerima bantuan dari BUMN dn BUMD dan bantuan asing. Sebelumnya, bantuan dari perusahaan / badan usaha dibatasi sampai dengan Rp 4 milyar/tahun.

Konsekuensi Perubahan Undang Undang.

Undang undang tentang partai politik terbaru mengatur secara lengkap, mulai tata cara pembentukan partai, berikut syarat-sayrat yang semakin ketat, perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, asas dan ciri, tujuan dan fungsi, hak dan kewajiban, keanggotaan dan kedaulatan Aanggota, oraganisasi dan tempat kedudukan, kepengurusan, tata cara pengambilan keputusan internal, rekrutmen politik – anggota partai dan dan jabatan politik-, peraturan dan keputusan parpol, pendidikan politik-semakin dipertajam dan mutlak dipertanggungjawabkan-, pola penyelesaian perselisihan (internal) parpol, keuangan, larangan, pembubaran dan penggabungan parpol, sampai dengan pengawasan dan sanksi[i].

Dari serangkaian perubahan dalam undang undang parpol ini, bisa disimpulkan sebagai upaya “pengetatan” yang diharapkan berbuah peningkatan kualitas parpol dan calon pimpinan politik ke depan, namun demikian mustahil peningkatan kualitas itu bisa tercapai, tanpa melewati proses dan mekanisme pengembangan yang dibangun sendiri oleh komponen organisasi parpol yang bersangkutan, tentu dengan mempedomi undang undang ini. Upaya pengetatan itu dimulai dari persyaratan pembentukan parpol baru sebagai prasyarat mendapatkan badan hukum dari pemerintah yang kemudian menjadi syarat untuk memasuki proses peserta pemilu 2014 mendatang.

Sedangkan bagi parpol yang sudah berbadan hukum atau eks peserta pemilu pemilu sebelumnya, juga dituntut untuk melakukan penyesuaian, bahkan “wajib”, karena perubahan unsur unsur yang mesti dipenuhi sebuah Anggaran Dasar Parpol, seperti kewajiban mengatur secara tegas tata cara rekrut anggota dan personil yang akan mengisi jabatan politik, sistem kaderisasi, tata cara pemberhentian anggota dan tata cara penyelesaian pereselisihan internal.

Apakah Menjamin Peningkatan Kualitas Parpol?

Pertanyaan di atas, harus dijawab dengan sikap optimis- paling tidak publik harus memberi ruang terlebih dahulu kepada parpol untuk berbenah- walaupun disadari, tidak mudah bagi parpol berbadan hukum maupun parpol yang pernah menjadi peserta pemilu sebelumnya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan undang undang ini.

Konsolidasi internal parpol sudah merupakan suatu keniscayaan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki parpol bersangkutan. Melalui konsolidasi tsb, setidaknya bisa diketahui sejauhmana kekuatan kepemimpinan parpol di seluruh tingkatan, kemantapan struktur organisasi, kehandalan kader dan potensi pengembangan mekanisme demokrasi internal. Semuanya itu tentu memerlukan dukungan sumber daya yang cukup.

Namun demikian, disadari bahwa konsolidasi internal biasanya menimbulkan gesekan gesekan baru di kalangan kader, apalagi dalam perumusan dan penetapan tata cara rekrutmen jabatan politik dari non kader. Jabatan politik yang dibuka ruangnya untuk non kader, kini semakin prospektif, karena memang tersedia potensi calon pemimpin- yang mungkin disebabkan aturan- tidak dibenarkan menjadi anggota partai. Jika hanya mengandalkan kertesediaan kader saja, parpol akan mudah dicap, tidak demokratis, terutama dalam hal melihat dan mengamati calon pemimpin publik yang potensial di luar partai. Disisi lain, memberikan ruang terlalu besar kepada non kader untuk mengisi jabatan politik, dipastikan akan menggangu soliditas partai.

Pengaturan yang cukup lengkap ini, tidak serta merta meningkatkan kualitas partai politik. Menurut A.A. Oka Mahendra (2008) peningkatan kualitas partai politik terwujud bila parpol terkonsolidasi dengan baik. Sekurangnya kepemimpinan di semua tingkatan cukup kuat, struktur organisasinya mantap, ditopang dengan kader handal dan mekanisme demokrasi internal berjalan baik serta sumber daya keuangtan memadai. Secara funsional bisa disebut meningkat kualitasnya, apabila parpol semakin mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politik, penggalangan iklim yang kondusif bagi NKRI, peningkatan kesejahteraan masyarakat, penyerap dan penyalur aspirasi masyarakat, partisipasi politik dan rekrutmen politik[10]

Tiga persyaratan sederhana bagi parpol untuk bisa disebut mengalami peningkatan kualitas yaitu, apabila parpol semakin mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politik, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat. Tentu harus dikelola berdasarkan prinsip prinsip, keadilan, keterbukaan dan akuntabilitas serta responsibilitas.

Kesimpulan

1. Kendatipun tetap memerlukan proses panjang, pembuat undang-undang ini meyakini bahwa sistem predensiil yang kita anut merupakan suatu pilihan politik yang perlu secara terus menerus diperkuat dan berjalan efektif untuk kepentingan peningkatan kemakmuran bangsa ini. Caranya –paling tidak untuk saat ini- adalah melalui empat fase, pertama selalu mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, tanpa harus memberangus prinsip kekebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat, kedua mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis- tidak hanya untuk anggota, tapi juga konstituennya, secara internal ataupun eksternal serta akuntabalitasnya terjamin, ketiga melalui penciptaan ruang terbentuknya kepemimpinan parpol yang demokratis dan keempat penguatan basis struktur partai politik sampai ke akar rumput.

2. Penguatan parpol diatur melalui pengetatan persyaratan pembentukan partai politik, persyaratan kepengurusan partai, perubahan dalam rangka penyempurnaan komponen Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai konstitusi partai, rekrutmen dan pendidikan politik, baik untuk kepentingan internal maupun warga masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang sehat dan menjamin langgengnya filosofis NKRI, dan pengelolaan keuangan dan kemandirian partai politik.

3. Konsolidasi internal parpol (eks peserta pemilu sebelumnya) merupakan keniscayaan, jika tetap berkeinginan menjadi peserta Pemilu 2014 mendatang. Konsolidasi internal dipastikan akan merobah mekanisme kerja internal, apalagi menyangkut penguatan struktur partai sampai ke akar rumput. Rekrutmen; apakah rekrutmen anggota ataupun rekrutmen jabatan politik, baik dari kader ataupun non kader, akan menimbulkan ketegangan ketegangan internal, jelang Pemilu 2014 ini

Sumber dan Bahan Bacaan;

- Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

- Undang Undang No. 02 Tahun 2008 tentang Partai Politik

- Undang undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang Partai Politik tahun 2008

- A.A. Oka Mahendra, SH, Paradigma Baru Undang Undang No. 02 Tahun 2008 Tentang Partai Politik



[1] Disampaikan pada acara diskusi penyelenggara pemilu Sumbar dalam rangka menyikapi perubahan undang – undang partai politik, April 2011 di Padang.

[2] Komisoner dan Kordinator Divisi Teknis KPU Sumatera Barat

[3] Inti alinia ke-2 penjelasan umum undang undang No. 2 tahun 2011

[4] Inti alinia ke-3 penjelasan umum undang undang ini

[5] Pasal 2 disisip 2 ayat baru masing-masing ayat (1a dan 1b), serta penambahan huruf g, h, i dan m pada ayat (4) pasal 2.

[6] Pasal 2 ayat (1)

[7] Penjelasan pasal 32 ayat (1)

[8] Pasal 33 ayat (3)

[9] Pasal sisipan 34A

[10] AA. Oka Mahendra, SH (2008) dalam Paradigma Baru Undang Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik



Tidak ada komentar: